TIMES KUDUS, JAKARTA – Rencana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening bank tidak aktif atau dormant selama tiga bulan menuai sorotan publik. Meski bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan rekening, kebijakan pemblokiran rekening ini dianggap berisiko melanggar hak konsumen.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana meluruskan bahwa kebijakan tersebut tidak serta-merta memblokir semua rekening yang tidak aktif dalam waktu tiga bulan. Menurutnya, pemblokiran hanya berlaku bagi rekening yang dicurigai terkait aktivitas ilegal, khususnya judi online.
“Tidak ada kriteria tiga bulan secara umum. Itu hanya berlaku jika nasabah masuk kategori berisiko tinggi, misalnya membuka rekening untuk kegiatan ilegal seperti judi online, lalu ditinggalkan begitu saja setelah pembaruan data oleh bank,” jelas Ivan kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Ivan juga menjelaskan bahwa sebagian besar rekening yang diblokir justru merupakan rekening yang telah tidak aktif lebih dari lima tahun. Menurutnya, keberadaan rekening yang tidak digunakan dalam jangka panjang bisa menjadi celah penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
“Bukan soal perampasan rekening. Pemerintah justru hadir untuk melindungi masyarakat dari risiko tindak pidana. Rekening dan dana tetap aman 100 persen. Jika ingin diaktifkan kembali, tinggal hubungi pihak bank atau datang ke PPATK,” tambahnya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional Menolak
Namun demikian, kebijakan ini mendapat tanggapan kritis dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Ketua BPKN Mufti Mubarok menyatakan penolakan terhadap rencana pemblokiran sepihak terhadap rekening yang tidak aktif selama tiga bulan. Ia menilai kebijakan tersebut dapat merugikan konsumen dan bertentangan dengan prinsip perlindungan yang diatur dalam undang-undang.
“Pemblokiran sepihak tanpa notifikasi jelas kepada pemilik rekening bertentangan dengan hak konsumen atas informasi dan kepastian layanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujar Mufti dalam pernyataan tertulis.
Mufti juga menyinggung potensi pelanggaran terhadap UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang mewajibkan bank menjaga kerahasiaan dan memberikan pelayanan secara adil kepada nasabah.
Menurut BPKN, tidak semua rekening tidak aktif adalah rekening bermasalah. Banyak masyarakat menggunakan rekening tersebut untuk menabung jangka panjang atau menyimpan dana darurat. Oleh karena itu, kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan kekhawatiran di tengah masyarakat.
“Penting untuk memastikan ada mekanisme yang transparan, akuntabel, dan adil sebelum kebijakan ini diberlakukan. Kami minta PPATK meninjau ulang atau menangguhkan kebijakan tersebut sampai ada kejelasan lebih lanjut,” tegas Mufti.
BPKN berencana mengirim nota keberatan resmi kepada PPATK serta mengajukan permintaan audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) guna membahas lebih lanjut implikasi kebijakan ini. Mereka juga mendorong adanya edukasi publik mengenai prosedur pengelolaan rekening tidak aktif yang aman dan sesuai aturan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kebijakan Pemblokiran Rekening Dormant PPATK Dinilai Melanggar Hak Konsumen
Pewarta | : Antara |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |