TIMES KUDUS, JAKARTA – Menteri Haji dan Umrah (Menhaj) Mochamad Irfan Yusuf menyampaikan dalam mempersiapkan haji tahun 2026 pihaknya fokus terhadap pelayanan yang berpusat pada jamaah diantaranya menjamin keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan di setiap tahap perjalanan.
“Memberikan bimbingan keagamaan agar makna sakral Haji tetap terjaga dan mendukung jamaah dengan inovasi digital, fasilitas modern, dan koordinasi kelembagaan yang lebih baik,” ucap Menhaj Mochamad Irfan Yusuf pada 7th International Hajj Fund Forum 2025 di Jakarta Rabu (8/10/2025).
Menhaj mengatakan, visi Indonesia adalah menjadi pemimpin global dalam pengelolaan Haji, di mana iman, keunggulan layanan, dan akuntabilitas berjalan seiring. Ia meyakini bahwa melayani jamaah bukan hanya kewajiban keagamaan, tetapi juga tanggung jawab tata kelola pemerintahan yang baik.
“Pengelolaan Haji yang efektif memerlukan tata kelola kelembagaan yang kuat. Kerangka tata kelola ini memastikan bahwa setiap rupiah dan setiap sumber daya dikelola secara transparan untuk kepentingan jamaah — sebuah amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan inovasi,” kata pria yang akrab disapa Gus Irfan.
Menurutnya, haji bukan hanya kewajiban ibadah, melainkan juga ekosistem ekonomi yang mendorong penciptaan lapangan kerja, inovasi, dan investasi. Melalui optimalisasi pengeluaran, kemitraan lokal, serta pengembangan ekonomi Haji.
Gus Irfan berupaya memastikan bahwa operasional Haji berjalan efisien sekaligus berkelanjutan secara ekonomi. Keberhasilan ekonomi dalam konteks ini berarti setiap investasi memperkuat kualitas layanan dan ketahanan nasional.
“Kita harus mengakui bahwa ekosistem ekonomi Haji saat ini belum optimal. Asrama haji, misalnya, perlu ditransformasikan menjadi hotel haji agar dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta melibatkan lebih banyak usaha kecil dan menengah,” ungkapnya.
Gus Irfan mengungkapkan, tahun ini, pihaknya telah memulai pembangunan Indonesia Hajj Village di Arab Saudi. “Kami berharap, dengan adanya Hajj Village ini, perputaran uang jamaah Indonesia dapat tersentralisasi di sana, sekaligus memperkuat kehadiran produk dan layanan Indonesia di tanah suci,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, setiap tahunnya, jamaah Haji dan Umrah Indonesia menghabiskan sekitar 60 triliun rupiah, atau sekitar 3,6 miliar dolar AS. Ia pun mengundang para mitra dan pemangku kepentingan di forum ini untuk bersama-sama menjajaki peluang pasar di Arab Saudi, agar belanja jamaah tersebut juga dapat memberikan manfaat bagi petani, peternak, dan pelaku industri dalam negeri.
“Keberlanjutan ekonomi juga berarti menemukan keseimbangan antara pemanfaatan dana Haji yang optimal dengan penyediaan layanan yang berkualitas tinggi,” jelasnya.
Gus Irfan memahami bahwa layanan yang lebih baik membutuhkan biaya yang lebih besar. “Oleh karena itu, perlu sinergi dalam pengelolaan dana Haji — di mana sisi pasokan (yang diwakili oleh BPKH) dan sisi permintaan (yang diwakili oleh Kementerian Haji dan Umrah) bekerja sama secara bertanggung jawab untuk memberikan layanan terbaik dengan biaya yang wajar,” sebutnya.
“Marilah kita bersama-sama menjadikan Haji tidak hanya sebagai perjalanan suci ke tanah haram, tetapi juga sebagai simbol tata kelola yang baik, kerja sama ekonomi, dan kemitraan internasional yang berkelanjutan,” tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menhaj Ungkap Visi Indonesia Sebagai Pemimpin Global dalam Pengelolaan Haji
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Imadudin Muhammad |